Teori Teori Leadership
(lanjutan)
a.
Choice Approach to Participation
Beberapa orang dalam
hidupnya mengenal banyak orang, tetapi hanya sedikit teman sejati. Teman sejati
akan didapat dengan ketulusan hati, kepribadian serta rasa tanggung jawab bukan
dari kesempatan, nasib baik ataupun dari potensi duniawi. Seorang
berkepribadian ekstrover mungkin mempunyai peluang untuk mengenal banyak orang
karena mereka lebih berorientasi ke dunia luar.
Dalam suatu pekerjaan
terutama yang menuntut team work/ kelompok kerja didalamnya harus saling sejalan,
sependapat atau mungkin juga satu karakter yang sama, walaupun dengan banyak
ide yang berbeda tetapi tetap satu. Disini pemimpin dalam team work itu harus
cerdas dan cermat, dalam pengambilan keputusan, membuat suasana salalu hidup
dan bervariatif agar bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Team work ini
bisa kita temukan dalam pekerjaan seperti, entertainment, peneliti, konsultan /
pengacara, dan yang lainnya.
Studi kepemimpinan
jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak
pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau
model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan
tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan
perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi
atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja
pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
b.
Contingency theory of Leadership dari
Feidler
Model kepemimpinan
Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut
beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok
tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian
situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut
Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga
faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor
tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara
pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itudipercaya dan
disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi
didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut
dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi
menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh
pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa
memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya)
menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan
penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory,
berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah
laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
Menurut House, tingkah
laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive
leadership(menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan
iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan
bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang
ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam
pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan
tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang
memuaskan).
c.
Path Goal Theory
menurutPath-Goal
Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi
dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek
kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
Menurut model ini,
pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap
motivasi para pengikur, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai
path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari
pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal
adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa
pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada
bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan
pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori
path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin
meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga
sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan
harapan mengenai hubungan antara usaha –kinerja-imbalan.
Model kepemimpinan
jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap
persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur
pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental.
Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi
ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Sumber
Leavitt, J.H., 1992
Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar